Read Diwan Pustaka

Keagamaan

Menyikapi Potensi Perbedaan Hari Raya Idul Fitri 1444 H

Kang Hari*

|

Thursday, 20 April 2023

...

Penetapan Hari Raya Idul Fitri tahun 1444 H kali ini berpotensi terjadi perbedaan. Sebagian ormas Islam telah memastikan bahwa besok (Jum`at, 21 April 2023) sudah memasuki 1 Syawwal yang tentunya mereka akan berhari raya esok hari, dan sebagian lagi masih menunggu hasil pengamatan terhadap bulan secara langsung (rukyah) yang akan dilakukan sore ini, dan akan dipastikan ketetetapannya melalui sidang Itsbat oleh Kementerian Agama bersama seluruh perwakilan ormas Islam pada malam harinya.

Sejatinya, akar penyebab utama terjadinya penetapan hari raya ini tidak hanya disebabkan perbedaan metode penetapan yang digunakan, yakni antara Metode Hisab (perhitungan) dan Metode Rukyatu al-Hilal (pengamatan bulan baru) seperti yang disangkakan sebagian netizen dan tiktoker selama ini. Namun lebih kepada belum disepakatinya kriteria bersama dalam standar penentuan awal bulan.

Sebagian ormas, semisal Muhammadiyah berpatokan pada kriteria wujudul Hilal, sementara sebagian yang lain lebih berpedoman pada imkanu Ar-Rukyah (kemungkinan bulan baru dilihat).

Metode wujudul hilal (bulan baru sudah ada) memiliki tiga kriteria, yakni:

  1. telah terjadi ijtimak (konjungsi),
  2. ijtimak (konjungsi) itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan
  3. pada saat terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).

Ketiga kriteria ini digunakan secara kumulatif, dalam arti ketiganya harus terpenuhi sekaligus. Apabila salah satu tidak terpenuhi, maka bulan baru belum mulai. Artinya; &"Jika setelah terjadi ijtimak, bulan terbenam setelah terbenamnya matahari maka malam itu ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah tanpa melihat berapapun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam."

Berdasarkan metode ini, bila posisi hilal (bulan baru) pada saat matahari terbenam sudah di atas ufuk, berapapun tingginya, asal lebih besar dari pada NOL derajat, maka sudah dianggap masuk bulan baru. (Sumber: Kelemahan Metode Hisab Metode Hisab dan Rukyat)

Lain halnya dengan metode Imkanu Ar-Rukyah (visibilitas bulan baru). Kriteria baru negara-negara anggota MABIMS yang dianut pemerintah saat ini mengharuskan tinggi Bulan minimal 3 derajat dan elongasi (jarak lengkung) 6,4 derajat. Sehingga posisi hilal yang berada di bawahnya tidak mungkin terlihat karena penampakannya yang sangat-sangat tipis.

Berdasarkan hasil hisab yang dilakukan oleh beberapa tim, posisi hilal pada tanggal 29 Ramadhan 1444 H (20 April 2023) berdasarkan markaz Jakarta menunjukkan ketinggian hilal masih berada pada 1 derajat 55 menit 43 detik dan elongasi 3 derajat 18 menit 23 detik dengan waktu hilal berlangsung selama 9 menit 29 detik. Artinya, kriteria ini masih jauh di bawah kriteria imkan ar-ru`yah yang disepakati oleh MABIMS, dan sangat sulit bulan dapat dilihat (rukyah).

 

Upaya Penyamaan Kriteria

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah berupaya menjembatani perbedaan ini. Melalui Fatwa Nomor 2 tahun 2004 MUI menetapkan bahwa: 1. Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru'yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional. 2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Selanjutnya MUI juga merekomendasikan adanya kriteria penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah yang disepakati bersama untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan membahasnya bersama ormas-ormas Islam dan para ahli terkait.

Link file Dokumen Fatwa MUI: Download File

Fatwa dan rekomendasi ini dapat dipahami mengingat urgennya menjaga persatuan umat dan perbedaan rentan menimbulkan perselisihan, terlebih bagi kalangan yang tidak dapat menyikapinya dengan arif dan bijaksana.

Oleh sebab itu, kehadiran pemerintah dianggap menjadi salah satu sarana untuk dapat mempersatukan dari setiap perbedaan sudut pandang yang ada.

Dalam kaedah fiqhiyyah disebutkan:

حكم الحاكم إلزام ويرفع الخلاف

"Keputusan pemerintah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan menghilangkan silang pendapat."

Imam al Syarwani dalam Hasyiyah al Syarwani juga menegaskan:

ومحل الخلاف إذا لم يحكم به حاكم، فإن حكم به حاكم يراه وجب الصوم علي الكافة ولم ينقض

Adanya perselisihan tentang penentuan awal Ramadhan itu berlaku jika pemerintah tidak menetapkan keputusan dalam masalah tersebut. Jika pemerintah memutuskan dengan apa yang menjadi pendapatnya maka seluruh rakyat wajib berpuasa dan keputusan pemerintah tidak boleh dilanggar.

 

Bijak Terhadap Perbedaan

Jika diselami secara mendalam, potensi terjadinya perbedaan hari raya esok hari ini masih berada dalam ranah perbedaan yang mu`tabar (al-khilaf al-Mu`tabar), yaitu perbedaan pemahaman yang masing-masing bersumber dari interpretasi atas teks-teks Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman yang benar, atau yang dalam pernyataan As-Syatibi didefinisikan sebagai:

إنما يعد في الخلاف : الأقوال الصادرة عن أدلة معتبرة في الشريعة

Oleh karenanya, setiap umat Islam wajib menghormati atas segala pilihan dan perbedaan yang ada. Toh.. perbedaan yang ada ini masih dalam koridor ikhtilaf yang diimungkinkan dalam syariat. Setiap pilihan mengacu pada keyakinan masing-masing, dan setiap komunitas tidak bisa memaksakan pandangan dan keyakinannya ini untuk diikuti oleh komunitas yang lain.

Imam Syafi`i dalam ungkapan yang terkenal menyatakan:

قولنا صواب يحتمل الخطاء وقول غيرنا خطاء يحتمل الصواب

 

***

Kang Hari adalah nama pena dari Dr. Buhori, awardee Beasiswa BIB-LPDP Program Doktoral Pendidikan Bahasa Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Artikel Terbaru

01
02
03